Makam Sunan Kalijaga
berada di Kadilangu, Demak dalam “rumah” kokoh dengan ukiran Jepara
terbaik di pintu, jendela, maupun tiang-tiangnya. Sunan Kalijaga
merupakan salah satu dari Walisongo yang mempunyai sejarah hidup yang
unik dan mengesankan. Sunan Kalijaga diperkirakan lahir pada tahun 1450
dengan nama Raden Said. Dia adalah putra adipati Tuban yang bernama
Tumenggung Wilwatikta atau Raden Sahur. Nama lain Sunan Kalijaga antara
lain Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban, dan Raden Abdurrahman.
Berdasarkan satu versi masyarakat Cirebon, nama Kalijaga berasal dari
Desa Kalijaga di Cirebon.
Sebelah makam sunan kalijaga terdapat
masjid yang dibangun oleh sunan kalijaga. Masjid Sunan Kalijaga ini
berdiri di tengah-tengah masyarakat santri. Beberapa meter di sebelah
timur Kompleks Makam Sunan Kalijaga dan keluarganya, di Kadilangu,
Demak. Di situ terdapat madrasah dinniyah dan TPA. Sejauh ini, tidak
diperoleh data akurat kapan persisnya masjid kuno ini dibangun untuk
pertama kali. Namun, berdasarkan cerita mulut ke mulut, masjid itu
dibangun Sunan Kalijaga pada suatu malam dan selesai malam itu juga,
sebelum dilaksanakan shalat Subuh berjamaah pada tahun 1479 M. Wallahu
’alam. Yang jelas, menurut prasasti yang tersimpan di sana, masjid itu
mengalami renovasi pertama kali pada 1564 M oleh Pangeran Wijil. Namun,
tidak pula terlacak Pangeran Wijil keberapa di antara lima Pangeran
Wijil yang tercatat dalam sejarah.
Sunan Kalijaga terkenal sebagai seorang
wali yang sangat merakyat, sehingga sering dijuluki sebagai muballigh
keliling atau dai kelana. Tak cuma wong cilik yang suka mendengar
wejangannya, kaum bangsawan dan cendekiawan pun amat simpati kepada
beliau, karena caranya mensyiarkan agama Islam yang disesuaikan dengan
keadaan dan zaman. Namun, terlepas dari sikap tolerannya, Sunan Kalijaga
juga seorang wali yang kritis. Maka tidaklah mengherankan jika Makam
Sunan Kalijaga banyak dikunjungi para peziarah untuk berdo’a (bukan
ngalap berkah) dan mendekatkan diri atau mengingatkan pada kematian.